Ekonom Bank Mandiri, Reny Eka Putri mengatakan data neraca perdagangan yang dirilis defisit sebesar US$ 1,33 miliar menekan nilai tukar rupiah. "Ekspektasi pelaku pasar neraca perdagangan di November itu surplus, ternyata defisit cukup dalam dan jadi sentimen negatif buat rupiah," kata Reny.
Selain itu, sikap bank sentral AS Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga acuan juga memberatkan kinerja rupiah. Reny memproyeksikan, pelemahan rupiah masih bisa berlanjut di tengah aksi tunggu pasar terhadap hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada pekan ini.
"Faktor domestik belum mampu mengangkat rupiah, apalagi jelang akhir tahun permintaan dolar AS biasanya meningkat," kata Reny.
Senada, Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan, pelaku pasar cenderung bersikap wait and see mengenai detail kesepakatan dagang AS dan China fase satu. "Secara naskah belum selesai jadi masih perlu revisi pada beberapa butir kesepakatan, ini pelaku pasar jadi cenderung berhati-hati dan arus modal belum mengalir deras ke pasar keuangan Asia," kata Alwi.
Untuk perdagangan, Selasa (17/12), Reny memproyeksikan rupiah lanjut melemah dalam skala terbatas di rentang Rp 14.030 per dolar AS hingga Rp 14.180 per dolar AS.
Alwi juga memproyeksikan pergerakan rupiah hari ini cenderung terbatas. Secara teknikal Alwi menganalisis pelaku pasar perlu waspada karena rebound teknikal bisa terjadi.
Malam ini banyak data ekonomi kawasan Eropa dan Inggris yang akan keluar. Alwi mengatakan jika data tersebut dirilis kurang baik, maka dolar AS berpotensi kembali menguat dan rupiah melemah.
Alwi memproyeksikan rupiah hari ini bergerak di rentang Rp 13.980 per dolar AS hingga Rp 14.035 per dolar AS.