Mengutip Bloomberg, di pasar spot, Jumat (20/12), rupiah menguat tipis 0,05% ke Rp 13.978 per dolar AS. Sementara, pada kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah melemah 0,07% ke Rp 13.993 per dolar AS.
Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan rupiah sedang mendapat momentum untuk menguat karena BI menahan suku bunga acuannya. Di sisi lain, Deddy melihat kini pelaku pasar mulai kembali menjadikan rupiah sebagai pilihan investasi di tengah isu pelemahan ekonomi global.
"Riset Goldman Sachs baru-baru ini menyampaikan negara investasi yang kini dituju pelaku pasar adalah Indonesia, hal ini berdampak positif ke nilai tukar rupiah," kata Deddy.
Alhasil rupiah bergerak menguat, meski di AS santer terdengar kabar pemakzulan Presiden AS Donald Trump.
"Pelaku pasar tidak terlalu merespon berita pemakzulan Trump, Wall Street malah catat rekor, artinya pelaku pasar memang tertarik ke aset berisiko dan membuat mata uang emerging market, termasuk rupiah jadi diuntungkan," kata Deddy.
Namun, untuk Senin (23/12), Deddy memproyeksikan pergerakan rupiah akan terbatas dan berpotensi melemah karena aksi ambil untung atau profit taking.
"Sebagian investor profit taking jelang libur Natal dan Tahun Baru," kata Deddy.
Rupiah Deddy proyeksikan berada di rentang Rp 13.970 per dolar AS hingga Rp 14.000 per dolar AS.
Senada, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan rupiah masih bertahan menguat di bawah Rp 14.000 per dolar AS karena terpengaruh BI yang mempertahankan suku bunga acuan.
Jumat (20/12) malam, AS merilis data pertumbuhan ekonomi di kuartal III stagnan di 2,1%.
Josua memproyeksikan data AS yang dirilis baik bisa menahan laju penguatan rupiah saat ini. Rupiah pada Senin (23/12), Josua proyeksikan bergerak di rentang Rp 13.950 per dolar AS hingga Rp 14.010 per dolar AS.