Selain Akbar, KPK juga memanggil Kabag Perlengkapan dan Layanan Pengadaan Setda Kota Medan Sumut Syarifuddin Dongoran. Lalu, dari unsur swasta, Muhammad Khairul dan I Ketut Yada.
"Yang bersangkutan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi tersangka IAN (Isa Ansyari)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (14/11).
Sebelumnya, Akbar telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri oleh KPK melalui surat ke Ditjen Imigrasi. Akbar sendiri menegaskan bahwa ia tidak terlibat kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang terjadi pada Eldin. Bahkan saat proses OTT berlangsung, ia berada di luar negeri untuk melakukan pengobatan.
KPK menetapkan Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2019
Adapun tersangka lainnya sebagai pemberi yakni Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari (IAN). Dzulmi Eldin merupakan Wali Kota Medan periode 2016-2021 yang dilantik pada 17 Februari 2016.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, Dzulmi sebagai wali kota memerintah untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut sekitar Rp800 juta.
"Kadis PUPR mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota. Diduga IAN dimintai uang karena diangkat sebagai kadis PU oleh TDE," ucap Saut di Jakarta, Rabu (16/10).
Isa Ansyari yang telah mentransfer dana Rp200 juta ditanyai ajudan Dzulmi, AND tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta, yang disepakati. IAN menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya.
Dzulmi dan Syamsul Fitri sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan pemberi, Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.