Popular Post

Total Pengunjung

Pengusaha Indonesia Ajak Malaysia dan Thailand Tetapkan Harga Keekonomian Karet

Posted by On 23.58.00 with No comments

digtara.com | MEDAN – Pengusaha Karet Indonesia mengajak pengusaha karet di Malaysia dan Thailand untuk menetapkan harga keekonomian komoditi karet.

Sebagai tiga negara produsen karet alam terbesar di dunia, Indonesia, Malaysia dan Thailand harusnya mampu secara mandiri menentukan harga jual komoditi karet mereka. Tidak seperti saat ini dimana harga lebih dominan digerakkan oleh pasar internasional.

"Saat ini standart harga keekonomian adalan 1,8 US dollar untuk barang ekspor, namun untuk karet masih 1,3 US Dollar. Dan kita melihat end user masih belum menunjukkan keinginan untuk membeli karet pada harga keekonomian itu. Ini tentunya merugikan negara produsen karet. Sehingga kita harus segera berkordinasi,"sebut Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara, Edy Irwansyah, saat mengikuti Fokus Grup Diskusi "Solusi Meningkatkan Harga dan Ekspor Karet Guna Meningkatkan Sumber Devisa Negara dan Kesejahteraan Petani" di Hotel Antares Medan, Senin (11/11/2019).

Edy menyebutkan, saat ini persentase ekspor karet Indonesia masih sangat tinggi. Yakni mencapai 85 persen secara nasional. Bahkan khusus Sumatera Utara, 90 persen produksi karetnya diekspor akibat minimnya penyerapan dalam negeri.

Oleh Karena itu, pihaknya berharap pemerintah segera menjalin kesepakatan internasional dengan negara lain terkait standart harga karet tersebut disamping adanya upaya untuk meningkatkan serapan karet di dalam negeri.

"Saat ini serapan karet kita yang terbesar itu masih hanya untuk industri ban. Nah, kita mendorong agar pemerintah membangun industri-industri karet khususnya pada daerah-daerah penghasil karet terbesar di dalam negeri dengan mengundang investor," pungkasnya.

 
TATA NIAGA DALAM NEGERI

Sementara itu dari dalam negeri, ungkap Edy, persoalan harga karet terutama di tingkat petani hingga saat ini masih menuai persoalan. Hal ini menurutnya harus dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari aspek mutu karet yang dihasilkan, mata rantai perdagangan karet hingga pada kebijakan internasional antar negara penghasil karet dunia.

"Yang pertama kita selalu mendorong agar petani karet dapat membentuk kelompok tani. Melalui kelompok tani ini kita memberikan penyuluhan agar mereka dapat menghasilkan getah atau bahan olah karet (bokar) yang bersih. Karena harganya akan lebih tinggi dibanding bokar yang belum bersih," katanya.

Selain persoalan mutu bokar, persoalan lain yang juga membuat harga karet ditingkat petani kerap rendah yakni karena mata rantai perdagangan yang harus mereka lalui dalam menjual getah karet mereka. Sampai saat ini menurut Edy, petani belum menjual langsung bokar mereka kepada pabrik, melainkan terlebih dahulu melalui pedagang kecil, yang diteruskan kepada pedagang sedang dan ke pedagang besar.

"Sistem ijon ini membuat harga pada tingkat petani itu terus berada pada posisi harga paling murah. Nah, jika sudah terbentuk kelompok tani dan hasil bokar-nya sudah bersih, maka Gapkindo bisa memfasilitasi mereka langsung menjual ke pabrik. Tentu pemangkasan mata rantai perdagangan ini akan membuat harga yang mereka peroleh menjadi lebih tinggi,"tandasnya.

[AS]
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »