Mereka yang ditangkap berinsial PPK (19), HL (20), LST (19), ABT (18), YDST (25), SN (34) dan HHS (21). Semuanya merupakan warga Desa Pululera, Kecamatan Wulanggitang Kabupaten Flores Timur. Mereka ditangkap pada petang tadi.
"Pelaku berinisial PPT adalah seorang mahasiswa. Sedangkan pelaku berinisial ABT masih pelajar. Sementara lima orang lainnya adalah petani dan tidak memiliki pekerjaan," ujar Kabid Humas Polda NTT, AKBP Johanes Bangun, Rabu (20/11/2019) malam.
“Warga melempar kaca dengan batu. Juga membakar gudang penyimpanan kopi namun berhasil dipadamkan oleh anggota Polsek Wulanggitang dibantu karyawan PT Rerolara Hokeng. Warga juga membakar pisang di areal kebun PT Rerolara Hokeng,”tambahnya.
[caption id="attachment_38588" align="aligncenter" width="700"] Kabid Humas Polda NTT, AKBP Johanes Bangun (imanuel/digtara)[/caption]
Aksi perusakan itu, jelas Johanes, sebagai buntut dari persoalan tanah di Desa Pululera yang dipatok secara sepihak oleh PT Rerolara Hokeng. Perusahaan itu milik pastor bernama Romo Nikolaus Lawe Saban, yang mendirikan kantornya di rumah dinas pastor tersebut.
Masyarakat suku Tukang menghendaki agar pematokan dan segala aktifitas di tanah HGU PT Rerolara Hokeng dihentikan. Mereka juga menginginkan agar Romo Nikolaus Lawe Saban, selaku direktur PT HGU Rerolara Hokeng, keluar dari rumah dinasnya dan meninggalkan PT Rerolara Hokeng.
Selain melakukan pengerusakan, para pemuda itu juga menyandera seorang petugas Polisi yang hendak mengantarkan istrinya bekerja. Penyanderaan yang berlangsung beberapa jam itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan atas ditangkapnya rekan mereka bernama Marsel, yang dituduh Polisi melakukan penodongan dan penyerangan terhadap personel Polisi yang tengah bertugas melakukan penyelidikan konflik lahan tersebut. Mereka meminta agar Marsel dibebaskan.