Peningkatan tersebut mengingat banyaknya perkara dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi 2019 lalu, sebanyak total 263 perkara. Dalam PHPU di MK, Bawaslu berperan sebagai pemberi keterangan tertulis dan melakukan pendampingan terhadap pembuatan keterangan tertulis Bawaslu Provinsi yang membawahi Kabupaten Kota.
“Terbanyak ke-2 adalah layanan bantuan hukum untuk kasus kode etik dengan total jumlah 14 perkara. Untuk kasus perdata dan tata usaha negara, berada di urutan ke-3 dan ke-4 yang ditangani masing-masing sebanyak 6 perkara. Sedangkan ke-5 dan ke-6 adalah perkara uji materil dan banding administrasi Pemilu masing-masing 3 perkara. Terakhir adalah perkara pidana yakni sebanyak 1 perkara,” kata Kordinator Divisi Hukum Data dan Informasi (Datin) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar di Medan, Sumatera Utara (Sumut), dalam Sosialisasi Perbawaslu No 26 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Bawaslu, baru –baru ini.
Fritz menambahkan, berdasarkan Perbawaslu 26 Tahun 2018, pemberiaan bantuan hukum secara cuma cuma alias gratis itu diberikan kepada para Pejabat, Pengawas Pemilu atau pegawai Bawaslu.
Bahkan, kata Fritz, penerima bantuan hukum dapat diberikan kepada mantan Pengawas Pemilu, mantan pegawai atau pensiunan pegawai. “Sepanjang berkaitan dengan tugas dan kewajiban selama bekerja di lingkungan Bawaslu,”tegas Komisioner asal Sumatera Utara tersebut.
Sedangkan pemberi bantuan hukum, merupakan unit kerja yang membidangi hukum pada Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi.
Mekanismenya, kata Fritz , dengan cara mengajukan permohonan layanan bantuan hukum kepada Ketua Bawaslu/Provinsi untuk dianalisa oleh divisi hukum. Berdasarkan hasil analisis, maka menghasilkan sebuah kajian, apakah kasus tersebut disetujui atau tidak, terkait layanan pemberian bantuan hukum.
Pilkada Serentak
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum Datin Bawaslu Provinsj Sumut, Henry Sitinjak menambahkan, layanan bantuan hukum Bawaslu di Sumut telah mendampingi 11 perkara terhadap jajaran Bawaslu kabupaten kota, yakni terkait perkara kode etik sebanyak 7 perkara, 4 perkara lainnya adalah 2 perkara pidana, 1 perkara perdata dan 1 perkara tata usaha negara. Mayoritas layanan bantuan hukum tersebut, terkait pengawasan pelaksanaan Pilkada serentak pada 2018 lalu, sisanya terkait pengawasan Pemilu 2019 lalu.
“Dalam 2 perkara gugatan pra-peradilan terhadap Bawaslu Dairi dan Batubara. Dalam putusannya, ke-2 perkara tersebut akhirnya ditolak majelis hakim. Untuk 1 perkara gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Bawaslu RI, Provinsi dan Taput. Namun dalam tahapan mediasi, terjadi perdamaian antara para pihak berujung pada pencabutan perkara. Sedangkan 1 perkara Tata Usaha Negara di Jakarta Selatan, mengugat soal seleksi Bawaslu Padang Lawas, namun putusannya dinyatakan tidak diterima oleh majelis, ”ujar mantan Ketua Panwaslu Kota Medan tersebut