Survei ini dilakukan untuk melihat tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik sesuai Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
"Cara melihat kepatuhannya dengan turun langsung di unit-unit layanan publik yang ada di setiap Kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Kita lihat pemampangan (tangible) atributisasi standar pelayanan publik di ruang-ruang layanan. Ini yang kita lihat," katanya, Sabtu (7/12).
Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009, setiap penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi (memampangkan/tangible) atributisasi standar pelayanan publiknya.
Di sisi lain, pemampangan standar pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan publik itu adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan.
"Jadi, instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi (memampangkan/tangible) atributisasi standar layanan publik. Hal itu adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan," jelasnya.
Abyadi mengungkapkan, dari 13 Pemkab/Pemko hanya satu yang meraih zona hijau (kepatuhan tinggi/pelayanan baik). Abyadi menilai, hal itu menjadi indikator buruknya komitmen kepala daerah memberi layanan yang baik kepada masyarakat yang dipimpinnya.
"Kalau ditanya kenapa layanan publik mereka masih zona merah dan zona kuning, jawabnya karena komitmen kepala daerahnya untuk melayani masyarakatnya masih sangat buruk. Survei ini potret penyelenggaraan pelayanan publik," tegas Abyadi.