Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Syech Suhaimi menyebutkan, penurunan kinerja ekspor ini terjadi akibat melemahnya permintaan pasar dunia. Itu terjadi seiring masih terjadinya krisis ekonomi global serta dampak dari perang dagang antara China dan Amerika Serikat.
“Permintaan yang menurun berdampak negatif terhadap ekspor Sumut,"kata Syech Suhaimi, seperti dilansir Antara, Senin (2/12/2019).
Dia menjelaskan, penurunan ekspor Sumut terbesar disebabkan oleh menurunnya sektor industri sebesar 14,34 persen.
Di periode 2019, nilai ekspor sektor industri Sumut tinggal USD 5,856 miliar dari Januar-Oktober 2018 senilai USD 6,837 miliar .
"Ekspor sektor pertanian yang masih bisa tumbuh 2,50 persen atau menjadi USD 591,902 juta dari periode sama 2018 yang UDS 577,470 juta," ujarnya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu Ario Pratomo, mengatakan ekspor Sumut yang masih didominasi produk industri hasil perkebunan seperti minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan karet memang rentan mengalami fluktuasi.
Untuk itu, katanya, ekspor pertanian perlu didorong terus dan termasuk meningkatkan pemasaran di dalam negeri.
"Tidak boleh tergantung sekali dengan ekspor. Kondisi saat ini sudah membuktikan bahwa ketergantungan ekspor membahayakan," ujarnya.
[AS]