Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar mengatakan perihal dugaan “Desa Siluman” atau “Desa Hantu” ini, diperoleh karena masuknya laporan dari warga Desa Sirombu yang keberatan atas adanya pembangunan fasilitas gedung olah raga di desa mereka. Namun dokumen pembangunan gedung itu tercatat sebagai fasilitas olah raga milik Desa Kapokapo.
“Atas laporan ini kami melakukan penelusuran dengan memeriksa surat izin mendirikan bangunan (IMB) fasilitas olah raga tersebut. Hasilnya diketahui IMB nya terbit atas munculnya surat rekomendasi dari Sekda Nias Barat no 050/2601 tertanggal 6 Agustus 2018 yang intinya merekomendasikan kepada pemerintah Desa Kapokapo untuk membangun fasilitas olah raga di Desa Sirombu,” ungkap Abyadi kepada wartawan, Jumat (8/11/2019).
Abyadi menambahkan, atas surat rekomendasi ini pihak Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) kemudian mengeluarkan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) No. 067/0046/VIII/IMB/PM-PTSP/2018 tanggal 6 Agustus 2018.
“Maka kemudian dibangunlah sarana olah raga milik Desa Kapokapo di Desa Sirombu. Sehingga warga protes,” ujar Abyadi.
Ombudsman RI, menurut Abyadi sudah beberapa kali mencoba mengklarifikasi kejanggalan ini kepada Sekda Nias Barat. Namun upaya itu selalu gagal, karena Sekda Nias Barat tidak pernah merespon permintaan dari Ombudsman RI.
“Kami sudah mengundang untuk hadir tapi tidak ditanggapi, kami meminta jawaban tertulis juga tidak direspon. Bahkan kami sudah ke Nias Barat ke kantornya, namun Sekda nya tidak bersedia bertemu. Kami ke sana 14 Desember 2018 lalu,” ungkapnya.
Tidak kooperatifnya Sekda Nias Barat tersebut membuat Ombudsman melakukan penelusuran tentang kondisi Desa Kapokapo. Hasilnya diketahui desa tersebut sudah tidak berpenghuni karena terkena bencana Tsunami tahun 2004 silam. Bahkan kantor Desa Kapokapo sendiri sudah ditempatkan di Desa Sirombu.
“Jadi yang ada di Desa Kapokapo itu tinggal kebun kelapa, kalaupun ada orang itu hanya menjaga kebun mereka,” tambahnya.
Ombudsman berharap pihak berwajib, dalam hal ini pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) dapat menindaklanjuti dugaan ini. Sebab, tidak tertutup kemungkinan ada desa lain yang mengalami nasib yang sama, tapi tetap menerima Dana Desa dari pemerintah.
“Bisa saja ada desa lain yang seperti itu kan. Kucuran dana desa tetap mengalir, tapi dinikmati oleh oknum-oknum pejabat. Dan kami belum menelusuri sejak kapan kucuran dana desa yang berjumlah miliaran rupiah itu sudah mengalir ke sana,” kata Abyadi Siregar.