Menurut Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, posisi rupiah terhimpit karena negosiasi dagang antara AS dan China kembali stagnan. Belum adanya kejelasan negosiasi dagang berakhir membuat pasar cenderung berhati-hati.
Bahkan perang dagang berpotensi kembali panas lantaran Senat AS menyetujui rancangan undang-undang (RUU) mendukung hak asasi di Hong Kong. Hal ini memicu kemarahan China. "Karena itu rupiah belum mampu berbalik arah di pekan ini,' kata dia.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan, hari ini rupiah juga bakal menanti hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) dan notulensi FOMC Meeting yang berlangsung 30-31 Oktober lalu.
Ekspektasi pasar, BI masih mempertahankan suku bunga acuan. Dan dari pidato Gubernur Federal Reserve Jerome Powell sebelumnya pun ada peluang suku bunga acuan AS tidak akan berubah hingga akhir tahun ini.
"Tetapi jika notulensi FOMC lebih dovish, ada peluang rupiah rebound," jelas Josua.
Dia pun menebak, hari ini rupiah berada dalam rentang Rp 14.050-Rp 14.125 per dolar AS. Sedangkan Ibrahim memprediksi, mata uang Garuda ada di kisaran Rp 14.075-Rp 14.130 per dolar AS.