Perdagangan Jumat 8 November 2019, rupiah di pasar spot melemah 0,12% ke Rp 14.014 per dolar AS. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat tipis 0,12% ke Rp 14.020 per dolar AS.
Menurut Ekonomom Bank Permata Joshua Pardede menilai, penarikan penerapan tarif import antara China dan AS membawa dampak positif bagi pasar. Rilis data neraca dagang dari China yang menunjukkan hasil lebih positif dari konsensus. Namun, pemangkasan outlook rating India oleh Moody's menjadi katalis negatif bagai pasar yang menyebabkan pelemahan rupiah.
“Ini mengurangi minat investor asing terhadap aset negara berkembang. Karena India dan Indonesia ini relatif kondisinya hampir mirip. Itu makanya karena outlook rating dari Moodys ke India berdampak negatif untuk rupiah,” kata Joshua.
Dari dalam negeri, Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menilai, rilis data neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang rilis Jumat (8/11) menjadi sentimen yang mempengaruhi pasar. Rilis data NPI menunjukkan saat ini defisit Indonesia lebih rendah dari periode sebelumnya.
Menurut Ibrahim dan Joshua nilai rupiah masih akan dipengaruhi faktor eksternal terkait penandatanganan kesepakatan dagang fase satu. Selain kesepakatan dagang, Joshua menyebut data persediaan grosir dan data awal sentimen konsumen AS yang rilis Jumat (8/11) menjadi katalis bagi pasar.
Pada hari Senin (11/10), akan ada data kredit baru di China. Menurut konsensus, kredit China akan turun. Sementara Ibrahim mengatakan, efek positif data NPI juga masih akan jadi pendorong bagi pasar.
Ibrahim perkirakan hari ini rupiah akan menguat di level Rp 13.975-Rp 14.040. Joshua memperkirakan rupiah akan menguat ke level Rp 13.990 – Rp 14.050 per dolar AS.