Pada Rabu (27/11/2019) lalu harga minyak ini naik tipis ketimbang posisi US$ 58,11 per barel. Kemarin, bursa Amerika Serikat (AS) tutup untuk libur Thanksgiving. Sementara di perdagangan Asia dan Eropa kemarin, harga minyak cenderung dan ditutup turun tipis.
Harga minyak brent untuk pengiriman Januari 2020 di ICE Futures kemarin tercatat turun 0,39% ke US$ 63,87 per barel.
"Persetujuan legislasi Hong Kong yang mendukung demonstran tampaknya akan menempatkan kesepakatan dagang dalam pertanyaan, karena China menekankan akan membalas," kata Hussein Sayed, chief market strategist FXTM kepada Reuters.
Sayed mengatakan, jika investor menduga bahwa kesepakatan dagang akan benar-benar terancam, bisa terjadi aksi jual besar-besaran pada bulan Desember. "Saat ini, investor lebih suka menunggu," kata dia.
China kemarin mengatakan akan mengambil tindakan balasan setelah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan legislasi yang mendukung demonstran anti-pemerintah di Hong Kong.
Sementara itu, data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 1,6 juta barel pada pekan lalu. Produksi minyak pun mencapai rekor tertinggi pada 12,9 juta barel per hari.
Phil Flynn, analis Price Futures Group mengatakan bahwa aksi jual yang terjadi kemarin merupakan tindakan reaktif yang berlebihan. "Ekonomi AS secara umum cukup bagus dan ini seharusnya bisa memperbaiki permintaan selanjutnya," kata Flynn.
Apalagi, musim dingin sudah dimulai dan badai musim dingin mulai melanda dan menaikkan permintaan solar. Pekan depan, investor akan mencermati arah kebijakan OPEC+. "Kami memperkirakan OPEC+ melanjutkan kesepakatan pemangkasan produksi antara tiga hingga enam bulan dari tenggat waktu awal Maret 2020," kata Giovanni Staunovo, analis minyak UBS kepada Reuters.
Perusahaan-perusahaan minyak Rusia mengajukan untuk tidak mengubah kuota produksi hingga akhir Maret. Hal ini bisa menekan OPEC+ untuk menghindari perubahan kebijakan yang besar.