Pergerakan rupiah terhadap dolar AS cenderung menguat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali berulah dan berpeluang menunda kesepakatan perang dagang antara AS dan China di sisa 2019. Dengan begitu, peluang mata uang Garuda untuk melanjutkan penguatan di akhir pekan ini cukup besar.
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, penguatan rupiah hari ini didominasi sentimen eksternal. Sebagaimana diketahui, terbaru Trump mengungkapkan bahwa dirinya belum berniat untuk melakukan negosiasi dagang tahun ini, dan berencana melanjutkannya di tahun depan.
Di sisi lain, penasihat senior Trump yakni Kellyanne Conway pekan ini mengungkapkan bahwa kesepakatan dagang memungkinkan dilakukan akhir tahun ini. Tentu saja kondisi membuat pelaku pasar geram dan mulai tidak percaya dengan segala ucapan orang nomor satu di AS tersebut.
Alhasil, pelaku pasar mulai mengalihkan aset-asetnya ke instrumen yang minim risiko, karena ketidakpastian perang dagang kembali meningkat. Kondisi tersebut sukses membuat dolar AS lesu, termasuk terhadap rupiah.
"Dolar AS mulai ditinggalkan dan ini membuat rupiah berpotensi melanjutkan penguatannya besok. Apalagi jika cadangan devisa yang dirilis hari ini bisa positif," ungkap Deddy.
Meskipun pelaku pasar cenderung meramalkan cadev November 2019 tertekan, namun hadirnya sentimen Trump mampu mengangkat kurs rupiah. Sebaliknya, jika rilis non farm payroll (NFP) AS yang dirilis besok cenderung positif maka ada rupiah juga berpeluang sedikit tertekan.
Deddy memperkirakan kurs rupiah hari ini akan menguat lagi. Adapun kisaran pergerakan rupiah, Jumat (6/12), diprediksi berada pada rentang Rp 14.040 per dolar AS hingga Rp 14.100 per dolar AS.