Selain mengancam populasi, kematian puluhan ribu ekor babi itu juga berpotensi mengganggu perekonomian Sumatera Utara. Itu karena potensi kerugian yang ditaksir mencapai Rp.4 triliun akibat kematian ribuan babi tersebut.
Ekonom, Gunawan Bendjamin, mengatakan, kematian babi ini menjadi ancaman tersendiri bagi perekonomian Sumatera Utara. Sehingga harus segera ditanggapi secara serius.
Karena masalah kematian babi ini sangat erat kaitannya dengan potensi kenaikan harga pangan. Selain itu, angka kematian yang terus mengalami peningkatan tersebut sangat merugikan para peternak babi.
Terlebih disaat menjelang perayaan Natal tahun ini. Semua peternak babi dirugikan karena penjualan hewan ternak mereka tidak laku di pasaran. Bahkan sekalipun dijual dengan harga yang sangat miring. Kondisi ini sangat mengganggu daya beli peternak babi. Terlebih menjelang perayaan keagamaan besar Natal yang sebentar lagi.
“Jika mengacu kepada data hewan yang mati dari Balai Veteriner Medan, Jumlah sebanyak 27 ribuan babi yang mati telah merugikan peternak babi SUMUT sebesar hampir 100 Milyar Rupiah sejauh ini. Dan jika melihat tren kematian yang terus meningkat, maka ancaman kematian populasi babi terbuka lebar. Nah ancaman 1,2 juta populasi babi yang bisa saja mati ini, akan merugikan peternak Sumut sekitar 4 Triliun nantinya,”sebut Gunawan, Jumat (13/12/2019).
PEMERINTAH HARUS GERAK CEPAT
Untuk itu, menurut Gunawan, pemerintah harus bertindak segera agar kerugian ini tidak meluas. Jadi langkah utama yang bisa dilakukan dengan segera adalah menyelamatkan daya beli peternak babi terlebih dahulu. Mengingat daya beli mereka terpuruk seiring dengan sulitnya mereka menjual hewan ternak tersebut belakangan ini.
“Selanjutnya, kita pikirkan nasib peternak babi selama kandang tidak bisa digunakan untuk berternak. Karena menurut Balai Veteriner, kandang babi harus disterilkan dari virus secepat-cepatnya itu adalah 3 bulan dengan pengawasan ketat, meskipun idealnya (sesuai dengan rekomendasi) itu sekitar 1 tahun,”sebutnya.
Waktu selama itu tentunya membuat peternak akan kehilangan daya belinya. Ini akan memperburuk masalah ekonomi masyarakat khususnya mereka yang beternak babi. Untuk itu, kita mendorong pemerintah agar segera memberikan bantuan kebutuhan pokok dasar peternak, serta mengeluarkan anggaran untuk membatasi ruang gerak penyebaran virus tersebut.
“Untuk menyelamatkan potensi kerugian yang 4 Triliun tadi. Sebaiknya pemerintah menyiapkan anggaran optimal agar penyebaran virus dan kematian babi bisa dihentikan,”tukasnya.
HARGA PRODUK SUBSTITUSI NAIK
Kematian babi belakangan ini juga sangat potensial membuat sejumlah bahan pangan subtitusi dari babi seperti daging ayam, telur ayam maupun sapi berpeluang mengalami kenaikan harga. Menjelang perayaan Natal an Tahun Baru umumnya konsumsi akan protein akan mengalami peningkatan. Dan jika masyarakat yang biasa mengkonsumsi babi mengalihkan ke jenis protein lain, maka ada peluang kenaikan harga daging ayam, telur ayam maupun daging.
“Meskipun Balai Veteriner telah menegaskan bahwa babi yang terserang virus aman dagingnya untuk dikonsumsi manusia. Jadi seharusnya tidak ada kekuatiran yang berlebihan maupun tidak masuk akal. Untuk itu saya mengajurkan masyarakat agar terus memerangi berita yang tidak benar atau hoaks, karena sangat meresahkan,”tukasnya.
Masalah serangan virus ke babi ini bukan hanya dialamai oleh Sumatera Utara saja. Namun ini merupakan bencana global dimana negara lain pun mengalami hal yang sama. Tetangga kita yang terdekat Thailand juga mengalami masalah serupa.
“Untuk itu segera semua pihak atau stake holder khususnya pemerintah segera turun tangan untuk membatasi penyebaran virus tersebut, Agar tidak memicu multiplier efek lainnya yang bisa saja memicu kenaikan harga kebutuhan masyarakat pada umumnya,”tandasnya.
Penulis : Dhe Regar